HARI ini 72 tahun silam, tepatnya 1 Maret 1949 menjadi momen penting perjuangan bangsa Indonesia. Pasalnya, para kombatan revolusi membuktikan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih ada. Yaitu TNI menunjukan kepada dunia dengan menggelar Serangan Umum 1 Maret.
(Baca juga: Petugas Akan Tambah CCTV Pasca-Vandalisme di Monumen Serangan 1 Maret)
Sebelumnya lewat Agresi Militer kedua Belanda dengan kode “Operatie Kraai” berhasil merebut Ibu Kota Republik Indonesia saat itu, Yogyakarta, Belanda mempropagandakan bahwa kekuatan militer Indonesia sudah habis.
Terlepas dari propaganda dan jalannya Serangan Umum 1 Maret 1949 itu, muncul perdebatan tentang siapa yang merancang serangan tersebut. Di satu sisi, Overste (Letkol) Soeharto yang menanjak namanya sebagai perancangnya.
(Baca juga: Percantik Pedestrian, Pemprov DKI Tata Trotoar 10 Ruas Jalan)
Namun di sisi lain disebutkan pula Sri Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) lah yang merencanakannya. Soal peran HB IX, tertuang dalam buku ‘Apa Yang Masih Teringat’ karya wartawan Manai Sophiaan.
Mayor Jenderal Gusti Pangeran Harjo (GPH) Djatikusumo bereaksi sebaliknya. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pertama yang diangkat 14 Mei dan diresmikan 15 Mei 1948 itu menyokong penyebutan nama Overste Soeharto sebagai perancang SO 1 Maret.
Salah satu bangsawan Keraton Solo yang ketika itu membawahi Komando Sektor 041 Yogyakarta Utara dan Timur, meragukan peran HB IX, untuk bisa mengarsiteki suatu manuver atau pun serangan militer.
“Bagaimana mungkin HB IX bisa merancang serangan itu? Dari mana dan kapan beliau belajar ilmu ketentaraan?,” cetus Djatikusumo dalam buku ‘Takhta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX’.
Sementara terkait keraguan atas peran Soeharto, pernah disampaikan mantan Wali Kota Yogyakarta, Kanjeng Pangeran Harjo (KPH) Soedarisman. Namun pernyataan itu langsung pula ditanggapi Soeharto ketika sudah menjabat Presiden RI kedua 1985 lalu.
Follow Berita Okezone di Google News