KOTA kesultanan Islam Banten dihancurkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Daendels pada awal abad XIX. Bahan bangunan, kayu hingga ke bata diangkut dijadikan bahan bangunan pusat pemerintahan Banten yang baru di Kota Serang.
Kasultanan Banten mulai berkembang pada abad 16 hingga akhirnya runtuh pada pertengahan abad 19.
Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara. Banten menjadi Kesultanan yang makmur dan kaya raya.
Kondisi Kesultanan yang makmut itu, diperkirakan banyak harta yang disimpan di keraton Surosowan. Beberapa waktu lalu sempat muncul isu harta karun terpendam di bawah keraton.ΔΊ
Namun (alm) Sultan Banten Ismetullah menepis dugaan itu.
"Andaikata ada harta karun di bawah keraton, maka harta karun itu sudah habis diangkut Gubernur Jenderal Deandels. Kota Banten Lama yang besarnya sama dengan Kota Surabaya pada tahun 1960-an, dibumihanguskan. Tidak ada yang tersisa,β ungkapnya.
Awal penghancuran keraton ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Daen Dels meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan).
Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon.
Sisa-sisa fondasi atau bangunan yang masih terlihat sekarang seperti Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, benteng Speelwijk, jembatan rente, rumah Cina abad ke-16 dan sejumlah bangunan yang berserakan di atas lahan seluas 3,5 hektare, termasuk Masjid Agung Banten.
Baca Juga : Susi Pudjiastuti Masih Keturunan Prajurit Majapahit
Sedangkan berbagai artefak yang menunjukkan kejayaan Kerajaan Islam Banten memang bertebaran di sejumlah tempat, termasuk berbagai jenis mata uang yang ditemukan di Sungai Ciujung oleh warga Kabupaten Lebak pada tahun 1994.