Era pemerintahan Hindia Belanda telah muncul kebiasaan untuk beriklan di media massa. Mereka biasanya mengiklankan rumah peristirahatan, parabotan rumah tangga atau kuda dan kereta. Tak cuma itu, budak-belian yang dimiliki oleh para tuan tanah atau pejabat kompeni Belanda juga diiklankan.
Sejarawan asal Belanda, Hendrik E. Niemejer dalam bukunya Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII (2012) menuliskan bahwa budak selain sudah diperlakukan secara kasar, jika dianggap tidak perlu lagi maka budak itu akan diiklankan, untuk dijual.
Harapannya akan datang majikan baru yang ingin membelinya. Biasanya budak yang diiklankan tersebut adalah budak pilihan yang memang berharga tinggi.
Baca Juga: Asyiknya Berwisata di Kota Tua Jakarta, Ini Sederet Pilihan Destinasinya
Budak-belian yang berharga tinggi tersebut, misalnya yang memiliki ketrampilan khusus seperti pandai menyanyi atau bermain musik terutama musik orkes. Misalnya saja si budak-belian pandai memainkan seruling, klarinet, biola, terompet, kastanyer dan bassoon.
"Selain itu budak-belian yang tergolong mahal, adalah yang pandai memasak dan mengurus rumah tangga. Untuk jenis budak yang termasuk kategori ini sebagian besar adalah budak perempuan,"ujar Darwis, penjaga Museum Arsip Nasional di Jakarta.
Baca Juga: Pangeran Diponegoro Pimpin 100 Ribu Pasukan Lawan Belanda
Budak wanuta dipilih tidak hanya pandai mengurus rumah tangga tapi juga piawai dalam memasak. Tak cuma makanan Melayu yang didominasi dengan sambal, tapi juga masakan ala Eropa kesukaan para bangsa Belanda.
Salah satu iklan yang dimuat di sebuah dinding di pusat kota Batavia pada tahun 1814 kira-kira isinya berbunyi demikian: "Akan dilelang perabotan rumah tangga, barang-barang emas dan perak, beberapa gadis penari, beberapa kereta dan kuda."