DULU zaman VOC, di museum Wayang (sekarang) terdapat beberapa kuburan Gubernur Jenderal Belanda. Satu diantaranya adalah kuburan Jan Pieterzon Coen. Beberapa tahun kemudian, kerangka Gubernur Jenderal pendiri kota Batavia ini dibawa keluarganya ke Belanda.
(Baca juga: 43 Tahun Berdiri, Jalan Panjang Pembangunan Masjid Istiqlal di Tengah G30S/PKI)
Sedang kuburan Gubernur Jenderal yang lain dipindahkan ke makam Belanda di Tanah Abang. Maka untuk mengenang pemakaman Gubernur Jenderal Hindia Belanda tersebut, didirikan prasasti berisi nama-nama pejabat yang dikubur. Sampai kini prasasti itu masih dapat dilihat di dalam gedung museum Wayang.
"Konon katanya J.P Coen atau biasa disebut dengan nama Murjangkung lehernya dipancung orang Betawi. Ada yang menyebutkan dibunuh oleh telik sandi dari kerajaan Mataram. Cerita versi bertutur dari mulut ke mulut ini masih menjadi perdebatan,"kata Yahya Saputra,budayawan Betawi.
Sedang menurut Adolf Heuken SJ, dalam bukunya "Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta," J. Coen meninggal karena sakit.
Dia menuliskan, pada malam antara tanggal 21 dan 22 september 1629 sekitar jam 01.00, gubernur jenderal Jan Pieterszon Coen meninggal tanpa disangka.
Sejak beberapa waktu J.P Coen sudah terlihat loyo dan mencret, tapi terus makan seperti biasa. Sore hari masih berada di teras rumah. Namun menjelang malam hari Coen terjangkit penyakit.
Maka, pada pukul 19.00, dia berbaring tanpa mengikuti doa malam bersama. Sesudah berdoa, tuan van Diemen dan Raemburch masuk ke kamar Coen. Mereka menemukan Coen tampak kelelahan.
Dokter Bontous diminta datang, setelah memeriksa Yang Mulia, dia menyimpulkan bahwa penyakitnya begitu parah. Sehingga Coen tak akan bertahan sampai pagi hari. Sebelum Coen meninggal, dia mengucapkan pesan kepada istrinya yang sudah satu jam duduk disamping suaminya.
Pada tanggal 25 September mayat tuan Jenderal Coen dimakamkan dengan hormat dan dikuburkan di dalam balai kota, karena gereja dibakar ketika serangan Sultan Agung Mataram (1628).