JAKARTA - Transaksi jual beli menggunakan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran di pasar muamalah yang berada di sebuah ruko, Jalan Raya Tanah Baru, Beji, Kota Depok, Jawa Barat, sempat membuat heboh media sosial, belum lama ini.
Pasar itu digelar di halaman ruko yang dibuka pada pukul 07.00-11.00 WIB. Kini, lokasi tersebut telah diberi garis kuning polisi (police line).Â
Menanggapi fenomena penggunaan koin dinar dan dirham sebagai alat pembayaran, Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchimengajak masyarakat untuk menggunakan rupiah sebagai satu-satunya alat tukar dan alat pembayaran dalam aktivitas jual beli maupun administratif yang mensyaratkan pembayaran di dalam negeri.
”Menggunakan rupiah selain lebih aman juga praktis, mengingat satuan pecahannya cukup lengkap, mulai dari pecahan Rp100 sampai dengan Rp100.000,” kata Fathan, Kamis (4/2/2021).
Apa yang dikatakan Fathan selaras dengan penegasan Bank Indonesia (BI) bahwa berdasarkan Pasal 23 B UUD 1945 jo Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.
Baca Juga: Kasus Pasar Muamalah, Polri: Zaim Saidi Pesan Dinar-Dirham ke PT Antam
BI mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dan menghindari penggunaan alat pembayaran selain rupiah. Sehingga dinar, dirham atau bentuk-bentuk lainnya selain uang rupiah bukan merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Bagi setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam bertransaksi dapat dijatuhi sanksi pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp200 juta.Â
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut menyatakan dengan menggunakan mata uang selain rupiah, misalnya dinar atau dirham, otomatis masyarakat akan direpotkan untuk mengkonversi nilainya ke rupiah. “Tentunya ini merepotkan,” ungkapnya.Â