JAKARTA - Bupati Kaur, Bengkulu, Gusril Pausi bungkam usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait suap perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benih lobster yang menjerat Edhy Prabowo.
Pantauan MNC Portal di lokasi, Gusril yang memakai jas berwarna coklat tidak mengeluarkan sepatah kata pun dan memilih menunjukkan gestur minta maaf menggunakan tangan. Dirinya memilih tidak berkata sepatah pun dan memilih berjalan keluar Gedung KPK, meski dihujani banyak pertanyaan.
Sebelumnya, Gusril mangkir dari pemeriksaan KPK pada Senin (11/1/2021). Gusril menentang bahwa dirinya tidak mangkir dan beralasan belum menerima surat pemanggilan. Pada akhirnya Gusril memenuhi panggilan dan memilih bungkam usai diperiksa.
Gusril sendiri diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP).
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," Senin (18/1/2021).
Baca juga: Diperiksa KPK, Gubernur Bengkulu Dicecar soal Kewenangan Perizinan Ekspor Benur
Diketahui KPK telah menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur lobster.
Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.