JAKARTA — Pakar hukum tata negara Refly Harun, telah beberapa kali buka suara soal somasi oleh PT Perkebunan Nusantara VIII terkait lahan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah DPP FPI di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Sekali lagi dia mengulas iktikad baik pondok pesantren Rizieq Shihab itu.
Selama ini, Refly Harun kerap mengulas berita somasi PTPN VIII, namun bukan menganalisis menyeluruh sesuai ilmunya. Lahan di Desa Kuta itu menjadi lokasi salah satu markas Front Pembela Islam.
Setelah lengkap dibangun dan dioperasikan, setelah Rizieq Syihab ramai diberitakan terkait tuduhan pelanggaran atas protokol kesehatan Covid-19 sepulang dia Arab Saudi, mendadak PTPN VIII mengirim somasi klaim atas lahan yang lama terabaikan itu.
Tak main-main, somasi atas lahan yang disengketakan itu adalah somasi pertama sekaligus yang terakhir. Padahal, menurut Refly Harun tindakan PTPN VIII tersebut tidak tepat secara hukum.
Rizieq Syihab, menurut Refly terbukti sebagai pihak yang beriktikad baik melakukan pembelian tanah dengan cara yang benar. Berdasarkan sertifikat dan data kepemilikan lainnya, diketahui bahwa lahan itu adalah milik dan hak penjual tanah.
“Kalau PTPN VIII merasa bahwa tanah di lokasi pesantren HRS adalah tanah mereka, maka yang harus dilakukan pertama, harus punya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menetapkan bahwa tanah tersebut adalah tanah mereka,” ungkap Refly melalui akun Youtube-nya, Senin (28/12/2020).
Selain itu, apabila merasa dirugikan, maka yang harus ganti rugi adalah pihak yang menjual tanah kepada HRS atau pesantren HRS, bukan tanahnya kemudian dirampas kembali. Langkah tersebut pun harus dilakukan dengan berbekal putusan pengadilan.
"Dan pengadilan harus paham kalau tanah ditelantarkan 25 tahun, yang bersangkutan bisa kehilangan tanah tersebut kalau dia tidak menguasai secara fisik,” jelasnya.
Sementara itu, PTPN justru bisa dikenakan pasal lantaran menelatarkan tanah yang artinya menghindarkan kewajiban.