JAKARTA –Ada fakta baru dalam korupsi dana bantuan sosial (bansos) untuk Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos). Pasalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang mengusut dugaan ada atau tidak aliran uang suap tersangka Menteri Sosial Juliari Batubara ke DPP PDIP.
(Baca juga: Ini Pasal yang Bisa Menjerat Mensos Juliari Batubara Dihukum Mati)
Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, penyidik akan melakukan sejumlah pengembangan atas kasus dugaan suap pengadaaan paket bantuan sosial (bansos) sembako penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial RI Tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode. Firli menggariskan, uang suap yang diduga untuk tersangka Juliari Batubara terbagi dalam dua bagian penerangan.
Pertama, Rp8,2 miliar yang dikelola Eko dan Shelvy N selaku Sekretaris di Kemensos sekaligus orang kepercayaan Juliari. Angka ink adalah bagian dari total fee Rp12 miliar yang terkait denhan pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama.
(Baca juga: Ketua KPK Pastikan Siap Terapkan Hukuman Mati ke Mensos Juliari Batubara)
Uang Rp12 miliar disodorkan lebih dulu oleh tersangka penerima suap Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) sekaligus pemilik pemilik PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) ke Juliari melalui Adi Wahyono selaku PPK Kemensos sekaligus Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kemensos. Dari Adi kemudian sebesar Rp8,2 miliar dikelola Eko dan Shelvy.
Kedua, sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Uang ini untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako yang terkumpul kurun Oktober hingga Desember 2020. Jika dijumlahkan, maka total untuk Juliari Rp17 miliar.
Jenderal bintang tiga ini membeberkan, angka total jatah untuk Juliari tersebut berbeda dengan jumlah uang yang disita saat operasi tangkap tangan (OTT) yakni sekitar Rp14,5 miliar. Artinya kata dia, ada uang sekitar Rp2,5 miliar yang telah dipakai. Selain itu kata dia, pada penerimaan pertama, Rp12 miliar dikurangi Rp8,2 miliar maka ada selisih Rp3,8 miliar.
Selisih-selisih uang suap di atas, kata Firli, pasti yang akan ditelusuri dan didalami lebih lanjut oleh penyidik untuk apa saja peruntukkan atau penggunaannya. Di sisi lain, Firli berusaha diplomatis saat disinggung dugaan adanya aliran uang ke DPP PDIP. Menurut Firli, KPK tetap akan melakukan penelusuran aliran-aliran uang.
"Setiap ada aliran pasti kita ikuti. Tentu kami tidak akan menyampaikan bagaimana proses aliran uangnya. Karena nanti akan kita uji di pengadilan. Dan, kita sangat menghormati prinsip-prinsip tugas pokok KPK. Di antaranya satu, prinsip kepastian hukum, dua adalah keterbukaan, ketiga adalah transparan, keempat adalah kepentingan umum, kelima adalah akuntabilitas, dan keenam adalah tetap menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia," tegas Firli saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020).
Menurutnya, dalam penanganan kasus ini maupun kasus-kasus lainnya maka KPK tidak melihat seseorang yang menjadi tersangka dari unsur atau pekerjaan atau profesi tersangka. Firli menjelaskan, setiap orang yang ditangkap dan kemudian dijadikan tersangka maka yang dilihat pada definisinya sesuai UU dan ada bukti permulaan yang cukup.