JAKARTA - Dalam beberapa indikator data digital, Indonesia juara di bidang digital. Ironisnya, Indonesia belum berdaulat di bidang ini, karena belum ada regulasi yang mengaturnya.Â
Pakar Kebijakan dan Legislasi Teknologi Informasi, Danrivanto Budhijanto merinci berbagai data, salah satunya permintaan video on demand (VOD) berbagai negara.
"Indonesia juaranya VOD selama pandemi, karena kita memiliki akses Internet, memiliki evolusi manusia yang tidak bisa dikejar manusia lain, melebihi China, India, Amerika Serikat. Kita homoinformatikus, bangun tidur langsung cek status FB, IG, dll," ujar Danrivanto dalam webinar yang diadakan UGM, Senin 28 September 2020.
Indonesia bahkan mampu mengungguli China, India dan Amerika Serikat yang jumlah penduduknya jauh lebih banyak.Â
 Baca juga: Konsekuensi Penyiaran Digital, Konten Media Baru Harus Diatur untuk Lindungi Generasi Muda
Tak hanya itu, European Center for Digital Competitiveness yang mempublikasikan The Digital Riser Report 2020 menyebutkan Indonesia di urutan ketiga di negara G-20.Â
"Kita kalah sama Prancis, karena mereka dari kecil sudah diajarkan coding," kata Danrivanto.
 Baca juga: Presiden Jokowi Kecewa Daya Saing Digital Indonesia Rendah Sekali
Namun, sayangnya Indonesia belum berdaulat, karena belum meregulasi soal digital. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat sudah sangat mengatur bidang digital.Â
"Contohnya TikTok, mereka diperbolehkan di Amerika Serikat, asal saham pengendali dimiliki oleh intitusi bisnis dengan yurisdiksi Amerika Serikat," tuturnya.Â
 Baca juga: Jokowi: Negara Kita Butuh 9 Juta Orang Talenta Digital
Namun, hal tersebut belum terjadi di Indonesia. Padahal, lanjutnya, Presiden RI Joko Widodo pada sidang tahunan MPR mengatakan ingin semua platform teknologi digital mendukung transformasi kemajuan bangsa.Â
Besarnya market yang dimiliki Indonesia tersebut, kata Danrivanto, seharusnya menjadi daya tawar pemerintah Indonesia untuk mengatur media berbasis Internet. Dia mendorong Indonesia berdaulat di bidang digital.
"Tidak ada di teritori Indonesia yang boleh melakukan kegiatan yang tidak tunduk kepada konstitusi legislasi dan regulasi. Kalau dia tunduk pada perjanjian, kan tetap perjanjian hukum dan undang-undang bagi pembuatnya," ungkap Danrivanto.