Alumnus magister bahasa USU itu pun menerangkan, fenomena kata anjay dan jancuk membuktikan bahwa bahasa akan terus berkembang dengan sifatnya yang dinamis. Selain itu, bahasa tidak akan terlepas dari waktu dan konteks.
"Perkembangan dan dinamisnya bahasa tidak bisa dibendung, itu sudah menjadi sifat mutlak bahasa. Namun perlu diketahui bahwa kata anjay merupakan bahasa non formal (bahasa pasar) tentulah tidak ada yang perlu dipermasalahkan, kecuali kata anjay kita gunakan pada domain formal, makanya dari awal saya katakan bahwa sebuah bahasa atau kata tidak bisa dilepaskan dari konteks situasi dan konteks waktu," tandasnya.
Sebelumnya, kata anjay menjadi kontroversi di medsos karena bermakna anjing. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) pun meminta agar anak Indonesia tidak lagi menggunakan kata tersebut.
Kata anjay juga dinilai merupakan kekerasan verbal dan dapat dilaporkan sebagai tindak pidana.
"Istilah tersebut adalah satu bentuk kekerasan verbal dan dapat dilaporkan sebagai tindak pidana," kata Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait dalam keterangannya.
(wal)