JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan para pemohon uji materiil Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Meski begitu MK juga memutuskan wakil menteri tidak boleh merangkap jabatan sama seperti menteri.
(Baca juga: DPR-Pemerintah Sepakat Bahas Revisi UU MK)
Pasal 10 UU Kementerian Negara berbunyi, "Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu."
Gugatan uji materiil dengan perkara nomor: 80/PUU-XVII/2019 sebelumnya diajukan oleh dua pemohon. Keduanya yakni Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Bayu Segara sebagai pemohon I dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta Novan Lailathul Rizky sebagai pemohon II.
Dalam alasan permohonan, para pemohon menilai jabatan wakil menteri tidak dibutuhkan karena posisi dan jabatan jabatan wakil menteri hanyalah sekadar untuk membagi-bagi jabatan. Karenanya jabatan wakil menteri harusnya ditiadakan. Sehingga dalam petitum, para pemohon meminta MK di antaranya memutuskan menyatakan Pasal 10 UU Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Ketua MK Anwar Usman menyatakan, dari fakta-fakta yang terungkap selama persidangan di MK maka Mahkamah berwenang mengadili perkara ini. Dia menuturkan, Mahkamah menilai bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Hakim konstitusi Anwar menegaskan, apabila para pemohon memiliki kedudukan hukum, quod non, pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima," tegas hakim konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan dalam Sidang Pleno MK yang terbuka untuk umum, di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Sementara itu, Hakim konstitusi Manahan MP Sitompul menjelaskan, terhadap Pasal 10 UU Kementerian yang menjadi objek permohonan a quo maka sebenarnya Mahkamah telah menyatakan pendiriannya dan telah menjatuhkan putusan sebelumnya sebagaimana tertuang dalam Putusan MK nomor: 79/PUU-IX/2011 tertanggal 5 Juni 2012, dengan amar putusan menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian dalam perkara dimaksud.
Dia mengungkapkan, ada beberapa pertimbangan dalam dalam Putusan MK nomor: 79/PUU-IX/2011. Di antaranya, baik diatur maupun tidak diatur di dalam Undang-Undang, maka pengangkatan wakil menteri sebenarnya merupakan bagian dari kewenangan Presiden. Sehingga, dari sudut substansi, tidak terdapat persoalan konstitusionalitas dalam konteks ini.