JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tak mencabut hak politik mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Padahal jaksa penuntut umum (JPU) dalam tuntutannya meminta hak politik Wahyu dicabut selama empat tahun.
(Baca juga: Justice Collaborator Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan Ditolak!)
Dijelaskan hakim, tidak ada alasan pemaaf dan pembenar dalam hukum pidana. Selain itu vonis yang dijatuhkan terhadap Wahyu bersifat pembinaan.
"Majelis hakim tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum dengan pencabutan hak politik terdakwa," ujar Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (24/8/2020).
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sendiri telah menjatuhkan vonis Wahyu Setiawan enam tahun penjara serta denda Rp150 juta subsider enam bulan kurungan. Wahyu terbukti menerima suap dan gratifikasi.
"Menyatakan terdakwa terdakwa I (Wahyu Setiawan) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/8/2020).
Selain memvonis Wahyu, Majelis Hakim juga memvonis Eks anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina hukuman pidana pidana selama empat tahun penjara. Ia juga dikenakan pidana denda sebesar Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.
Wahyu terbukti menerima suap SGD57.350 atau setara Rp600 juta yang dilakukan bersama-sama Agustiani. Suap tersebut berasal dari Saeful Bahri dan Harun Masiku yang diberikan secara bertahap, yakni SGD19 ribu dan SGD38.350 melalui perantara Agustiani.
Uang diberikan agar Wahyu mengupayakan permohonan pergantian antar waktu (PAW) disetujui KPU. PAW diberikan dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatra Selatan (Sumsel) 1 kepada Harun Masiku.
Baca Juga: Peringati Hari Lahir Pancasila, Pengawas KKP Lakukan Upacara Bawah Laut