TULUNGAGUNG – Di balik tanahnya yang subur dengan kondisi pertanian yang maju, Kabupaten Tulungagung menyimpan kisah kelam yakni pada masa kerja paksa atau romusha, era penjajahan Jepang.
Kerja paksa atau yang dikenal dengan romusha ini guna membuat sebuah saluran air atau parit dan terowongan yang dinamakan Terowongan Niyama.
Sejarawan Tulungagung Latif Kusairi menyebutkan parit–parit dari anak Sungai Brantas yakni Kali Ngrowo dibuat hingga menuju Terowongan Niyama, yang kemudian dialirkan ke Samudera Indonesia yang berada di selatan Kabupaten Tulungagung.
Hal ini karena rawa–rawa yang banyak terdapat di Campurdarat, Tulungagung, mengalami pendangkalan pasca adanya letusan Gunung Kelud, sehingga saat hujan deras aliran air sulit mengalir karena rawa mengalami pendangkalan.
“Dulu wilayah Kabupaten Tulungagung ini sering dilanda banjir besar karena banyaknya rawa-rawa saat masa penjajajah Jepang, lalu oleh Jepang di bawah Residen Kediri Enji Kihara dibangunlah parit raya, parit agung, dan terowongan Niyama. Panjang parit ke terowongan ini ada 4 kilometer,” ungkap Latif saat dikonfirmasi okezone beberapa saat lalu.
Baca Juga:Â Kisah Perjuangan Kompi Gagak Lodra Bertempur Lawan Belanda di Coban Jahe
Dan sanalah kisah kelam terjadi, penjajah Jepang memerintahkan kencho, istilah sebutan bupati, yang kala itu dijabat Raden Djanoeismadi beserta camat dan kepala desa kala itu menyediakan tenaga–tenaga manusia untuk dipekerjakan membuat parit dan terowongan tersebut.
“Awalnya mereka (Jepang) ini mengiming–imingi pekerja akan diberikan upah, namun dalam perjalananya upah itu nggak ada, hanya beberapa saja yang diberikan upah. Lainnya dipekerjakan paksa oleh Jepang. Total sekitar ada 20 ribu orang dipekerjakan, romusha,” terang sejarawan kelahiran Tulunagung ini.
Â
“Romusha terjadi bukan hanya saat pembuatan terowongan, tapi juga parit raya dan parit agung,” imbuhnya.
Pekerjaan pembuatan parit dan terowongan pun dimulai pada Februari 1943 dengan membuka hutan. Para pekerja romusha datang tak hanya dari Tulungagung saja, namun juga dari beberapa wilayah di Jawa Timur, seperti Kediri, Nganjuk, Blitar, Malang, dan Trenggalek, Jawa Tengah, bahkan hingga Jawa Barat.
“Jadi Februari 1943 mulai bekerja membangun parit yang mengarah ke Samudera Indonesia. Hampir ribuan orang ini didatangkan dari daerah–daerah lain juga ada dari Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat, untuk membangun saluran air atau parit yang mengarah ke selatan dan dibuang ke Samudera Indonesia,” jelas dosen sejarah di IAIN Surakarta ini.
Baca Juga:Â Veteran di Tangsel Kenang Perintah Jenderal Sudirman, Kita Harus Merdeka!
Baca Juga: Dukung Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Morowali Hibahkan Tanah ke KKP