JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Irjen Pol Boy Rafli Amar menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggantikan Komjen Pol Suhardi Alius.
Terkait hal itu, pengamat militer dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi memberikan beberapa catatan agar BNPT di bawah komando Boy Rafli menjadi lebih baik lagi ke depan.
"Sebagai penjuru penanggulangan terorisme, saat ini kerja BNPT dianggap masih sangat lekat dengan aktivitas-aktivitas penindakan yang dilakukan Polri. Padahal, itu hanya sebagian dari keseluruhan kerja penanggulangan terorisme," kata Fahmi kepada Okezone di Jakarta, Kamis (7/5/2020).
Menurut Fahmi selama ini ketika terjadi aksi teror, publik pun tak langsung menoleh pada BNPT. Publik lebih banyak mendengar pernyataan Polri ketimbang BNPT, bahkan ketika negara dituding kecolongan aksi terorisme, yang disebut bertanggung jawab justru BIN, bukan BNPT.
Baca juga: Profil Irjen Boy Rafli Amar yang Kini Jabat Kepala BNPT
"Artinya, selama ini BNPT masih bekerja di bawah bayang-bayang lembaga lain. Padahal mestinya menjadi leading sector," ujarnya.
Dengan pengalaman yang dimiliki oleh Boy Rafli Amar, Ia berharap agar menjadi modal kuat baginya untuk membenahi BNPT dan menggalang dukungan lebih besar bagi proposal pemberantasan terorisme yang akan ditawarkannya.
Hal itu bisa dimulai dari upaya membawa BNPT menjadi lebih terbuka terhadap kritik maupun evaluasi eksternal, serta tidak bersikap defensif dan 'ngotot', seperti yang selama ini kerap ditunjukkan oleh sejumlah petinggi BNPT terdahulu.
"Terutama berkaitan dengan minimnya kemampuan mitigasi, kurang efektifnya program-program deradikalisasi dan kontraradikalisasi, pun rehabilitasi," tutur Fahmi.