JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 atau biasa disebut Perppu Corona.
Adapun pemohon dari gugatan ini di antaranya mantan Ketua MPR Amien Rais, mantan Ketum PP Muhammadiyah, Sirajuddin (Din) Syamsuddin, dan Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono.
Pembacaan permohonan judicial review Perppu 1/20 dilakukan tim kuasa hukum pemohon, Ahmad Yani. Ia mengatakan bahwa Pasal 2 Perppu 1/2020 bertentangan dengan Pasal 23 dan Pasal 23 a UUD 1945.
Pasalnya, kebijakan tersebut mengatur tentang pemberian kewenangan bagi pemerintah untuk dapat menentukan batas defisit anggaran di atas tiga persen terhadap UU APBN sampai dengan tahun 2022.
"Peraturan demikian adalah bertentangan dengan praktik periodik UU APBN yang diatur dalam Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945," kata Yani dalam siaran teleconference di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (28/4/2020).
Ia menerangkan, Pasal 2 ayat 1 huruf a angka 1, 2 dan 3 dalam Perppu 1/20 tidak menentukan batas minimal persentase produk domestik bruto (PDB). Dengan begitu, membuka peluang pemerintah menentukan persentase PDB terhadap defisit anggaran tanpa batasan.
"Hal ini dapat berimplikasi pada membengkaknya pos pembiayaan APBN," ujar Yani.
Yani melanjutkan, Perppu 1/20 juga mengatur penggunaan APBN tanpa batas maksimal dalam penanganan pencegahan Covid-19 berlaku sampai tahun 2022.
"Hal ini secara nyata bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945 yang menentukan bahwa APBN ditentukan setiap tahun. Karena persentase defisit terhadap PDB akan menentukan nilai pos pembiayaan dalam APBN," ujarnya.
Menurut dia, Perppu 1/20 patut dicurigai sebagai agenda politik anggaran yang dapat melegitimasi hukum dalam menyusun anggaran negara hingga tiga tahun ke depan. Sebab, revisi anggaran seharusnya diatur dalam APBNP bukan menerbitkan Perppu.