NATUNA – Isu pencurian ikan di perairan wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) oleh kapal China memaksa Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun langsung ke lokasi. Upaya presiden dinilai tepat sebagai sikap tegas bahwa pemerintah tidak diam, selalu hadir untuk melindungi nelayan dari intimidasi asing.
Sikap ini mendapat sambutan dari masyarakat, khususnya para nelayan yang hidup dan kehidupannya menggantungkan dari hasil tangkapan ikan di laut itu. Kini, mereka bisa tenang dan nyaman melaut, tanpa ada lagi gangguan dari luar, tidak ada lagi harus bersinggungan dengan kapal asing, itu karena negara hadir di tengah-tengah mereka.
Berbeda dengan tahun belakangan ini, dimana para nelayan di Kabupaten Natuna mengatakan pada akhir 2019, puluhan kapal asing memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara untuk mencuri ikan.
Para nelayan Natuna mengatakan mereka dikejar, diusir, dan bahkan ada yang ditabrak kapal asing. Patroli keamanan yang jarang dituding menjadi penyebabnya.
Akan tetapi, aparat keamanan Indonesia menyatakan patroli dilakukan sepanjang tahun di perairan Natuna. (Baca Juga: Pemerintah Jamin Keamanan Nelayan Melaut di Natuna)
Diusir dan Ditabrak Kapal Asing
Berikut kisah sejumlah nelayan yang mengatakan pernah berhadapan langsung dengan kapal-kapal nelayan asing, seperti dikutip dari BBC Indonesia, Selasa (28/1/2020).
Malam itu, 18 Desember 2019, sekitar pukul 10 malam, Muhammad Budiman dan tujuh awak buah kapalnya (ABK) ketakutan dan badan mereka gemetar.
Keringat mengalir deras dari kulit mereka walaupun udara dingin dan angin laut bertiup kencang. Budiman yang bertanggung jawab sebagai nakhoda kapal ikan berteriak, "Matikan genset! Semua lampu juga matikan!"
Saat cahaya bulan redup karena tertutup awan, yang terdengar hanya suara mesin kapal yang melaju cepat dan deru ombak yang dihantam kapal.
Budiman, yang biasa disapa Budi, memacu kecepatan maksimal kapal ikan berkekuatan 29 gross tonnage (GT) yang berasal dari Tanjung Balai Karimun itu tanpa arah.
Dalam pikirannya, ia harus kabur secepat mungkin dan bersembunyi di balik gelapnya malam.
"Kita (laju) gas habis-habisan karena jarak kapal yang mengejar kita itu kurang dari 40 sampai 50 meter," kata Budi menceritakan kepada wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, di Pulau Tiga Barat, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, 16 Januari lalu.
Ia pun menghubungi teman-teman nelayan lain lewat radio agar siap sedia membantu jika kejadian buruk terjadi.