JAKARTA - Aktivis 98 Adian Napitulu kecewa dengan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyebut peristiwa Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
"Saya juga sakit hati. Saya juga kecewa karena Kejaksaan Agung itu lembaga penegakan hukum. DPR itu lembaga politik. Pernyataan politik tidak kemudian serta merta menghilangkan peristiwa hukumnya dan kejahatan hukumnya. Sebagai Jaksa Agung dia harus bicara tentang bukti, peristiwa, dan tindakan hukum. Bukan mengutip pernyataan politik," kata Adian usai diskusi Indonesia Law Reform Institute bertajuk 'Ada Apa di Balik Kasus Wahyu?' di Warung Komando, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).
Adian menerangkan, pernyataan Jaksa Agung itu berdasarkan rekomendasi DPR pada 2001. Padahal, lanjut dia, ST Burhanuddin merupakan penegak hukum dan merupakan politisi.
"Itu keputusan politik DPR, tapi bukan keputusan hukum. Menurut saya, Jaksa Agung bicara sebagai apa? Sebagai petugas penegakan hukum atau pernyataan politik mengutip pernyataan DPR? Ya dia mau usut, usut saja. Mau DPR ngomong apa kek segala macam," ucapnya.
Baca Juga: Komnas HAM Minta Jaksa Agung Putuskan Secara Hukum soal Semanggi I dan II
Adian meminta ST Burhanuddin tak menyamakan keputusan hukum dan keputusan politik. Menurut dia, hal itu merupakan dua hal yang berbeda sebab kejahatan HAM berat tak akan bisa hilang hanya dengan keputusan politik.
"Itu menurut Jaksa Agung kalau bukti kurang, peristiwa ada, cari. Begini, lidik untuk mencari tahu ada atau tidaknya peristiwa. Jadi kalau ada orang menerima sprindik, surat perintah penyelidikan, dia mendapat perintah untuk mengetahui ada atau tidaknya peristiwa. Kalau peristiwanya ada, dia meningkat menjadi sprindik, penyidikan. Penyidikan untuk mencari bukti," ujarnya.