JAKARTA - Amnesty International Indonesia menilai, hukuman mati bagi pelaku kejahatan termasuk koruptor tidak tepat untuk diterapkan. Pasalnya, saat ini berbagai negara sudah mulai meninggalkan hukuman pidana jenis itu karena dianggatp tak memberikan efek jera.
"Jadi hukuman mati itu tidak menimbulkan kejeraan bagi terpidana korupsi (koruptor)," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (15/12/2019).
Usman berpendapat, penerapan eksekusi mati sangatlah berbiaya mahal, ketimbang membiarkan terpidana mati itu berada di dalam penjara. Hal tersebut, kata dia, didasarkan pada studi terbaru dari California, Amerika Serikat (AS).
"Hukuman mati itu tidak ada yang manusiawi. Baik itu setrum, suntik, penggal, tembak, semuanya semacam menimbulkan rasa sakit dan penderitaan yang luar biasa dari orang yang dihukum mati," ujarnya.
Penerapan hukuman mati, Usman melanjutkan, justru akan menghilangkan legitimasi moral pemerintah dalam membebaskan Warga Negara Indonesia (WNI) yang saat ini menghadapi tuntutan hukuman mati di negara lain. Karena itu, wacana hukuman mati ini sudah selayaknya tidak dilanjutkan.
Di sisi lain, Usman memaparkan, negara-negara lain sudah mulai meninggalkan hukuman mati. Pasalnya, penerapan hukuman jenis itu tidak memiliki hubungan langsung dengan pengurangan angka kejahatan.
Misalnya saja, kata Usman, berbagai negara di Eropa hingga sebagian Asia sudah menghapuskan hukuman mati. Dia merinci total negara yang sudah meninggalkan eksekusi mati sebanyak 143. Sementara itu, ada 106 negara yang menghapuskan pidana mati dalam produk hukumnya. Itu berlaku untuk semua jenis tindak pidana, termasuk korupsi.
"Kanada itu menghapuskan hukuman mati. Angka kejahatannya turun sampe 48,44 persen. Apakah ada hubungannya? Belum tentu juga. Persoalan kejahatan termasuk korupsi sangat kompleks, faktor sosial-ekonomi," jelas Usman.
Dalam konteks Indonesia, sambung dia, korupsi yang melibatkan pemimpin politik atau pejabat pemerintah, hanyalah cermin kegagalan sistem penyelenggraan negara. Dia pun menegaskan, hukuman mati tidak sesederhana yang diucapkan Presiden Jokowi kepada siswa SMKN 57 Jakarta.
"Jadi hukuman mati tidak sesederhana yang disampaikan Presiden ke anak SMA tersebut," tukas Usman.