JAKARTA - Mayoritas masyarakat Indonesia memandang agama dan negara sama pentingnya. Hasil ini membuat Indonesia cendrung sebagai bangsa yang moderat.
Survei Parameter Politik mengungkapkan, 81% masyarakat Indonesia menganggap negara dan agama sama pentingnya. Hanya 15,6% persen yang menilai agama jauh lebih penting daripada negara.
"Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia tak tertarik membenturkan agama dan negara," kata Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno dalam rilis hasil survei 'Wajah Islam Politik Pasca-Pemilu 2019' di Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Adi mengatakan, survei yang dilakukan pihaknya juga mendapati temuan bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya mendukung konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Pancasila sebagai ideologi, serta nilai-nilai agama yang tidak diformalkan.
"Angkanya mencapai 62 persen. Sementara yang menilai tetap NKRI dengan Pancasila dan mendorong agama sebagai urusan pribadi persentasenya 22,1 persen. Sedangkan yang menghendaki negara berasaskan agama yang diformalkan hanya 6,7 persen," jelas dia.
Survei ini juga menanyakan soal gerakan Islam ‘kanan’ kepada masyarakat. Hasilnya, masyarakat menyebut tidak setuju dengan ormas seperti FPI, Alumni 212, dan GNPF MUI bila mengancam stabilitas demokrasi.
"Namun masyarakat terbelah jika menyangkut urusan demonstrasi dengan perbedaan angka yang tipis. Yang mendukung demonstrasi 32,5 persen, dan tak mendukung 33,6 persen. Sisanya tak menjawab 33,8 persen. Angka ini menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat tak peduli dengan isu demonstrasi semacam ini," imbuhnya.
Adi menerangkan bahwa pihaknya juga menanyakan polemik kepulangan Habib Rizieq Shihab. Menurut dia, masyarakat cendrung setuju agar pemerintah ikut campur tangan memulangkan Imam Besar FPI itu.