JAKARTA - Pemerintah menindak tegas terkait sampah impor plastik yang masuk melalui celah impor bahan baku kertas dan scrap plastik. Penyeludupan sampah dari luar negeri ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan salah satunya dimanfaatkan pelaku industri kecil sebagai pengganti bahan bakar produksi karena harganya lebih murah.
Guna melakukan pencegahan penyeludupan sampah ini terjadi lagi, Pemerintah melalui Kementerian LHK telah mengirim balik 883 kontainer sampah plastik ke negara asal yang diselundupkan para pelaku ke Indonesia.
Ilustrasi Sampah Plastik di Kontainer (foto: Reuters)
"Indonesia tidak impor sampah. Kami pastikan kawal ketat. Masalahnya selama ini, sampah disusupkan melalui impor bahan baku kertas dan scrap plastik," tegas Direktur Pengelolaan Sampah, Novrizal Tahar, Senin (25/11/2019).
Baca Juga: Indonesia Disebut Sebagai Penghasil Sampah Plastik Terbanyak Kedua Dunia
Dari 2.194 kontainer yang masuk, kata dia, pihaknya sudah kirim balik (re-ekspor) 883 kontainer. "Kami tegaskan pada negara pengirim, bahwa Indonesia bukan tong sampah," tegasnya.
Pemanfaatan sampah plastik impor oleh UMKM ini menjadi perhatian serius pemerintah. Atas perintah Menteri LHK Siti Nurbaya, pada akhir pekan lalu, kata Novrizal, pihaknya memimpin tim khusus merespons dugaan kontaminasi dioksin sebagai dampak penggunaan sampah plastik impor untuk bahan bakar pembuatan tahu dan telor.
Ikut dalam tim ini para peneliti dari BPPT, Fakultas Teknis Kimia ITS, Universitas Airlangga dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo. Mereka mengunjungi Desa Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Tinjauan di lapangan, unit usaha masyarakat memang masih menggunakan bahan bakar dari sampah plastik. Namun, jumlah tumpukan sampah plastik untuk bahan bakar sudah berkurang dibandingkan dengan kondisi pada bulan Juli 2019 lalu.
Ditengarai pasokan sampah ini berkurang berkat langkah re-ekspor, perubahan regulasi, serta pengawasan yang semakin ketat oleh Pemerintah.
Dia menambahkan, pihaknya juga segera melakukan riset dengan melibatkan para ahli, guna menjawab keresahan masyarakat, khususnya terkait isu dioxin pada telur dan tahu yang diproduksi menggunakan bahan bakar sampah plastik.
"Kementerian LHK segera akan mengkaji secara lebih intensif aspek sosial dan teknis berkaitan dengan masalah ini, sekaligus merumuskan solusi, dengan melibatkan para ahli. Nantinya hasil kajian tersebut akan jadi referensi mengambil langkah-langkah strategis selanjutnya," ujar Novrizal.