JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus kembali pada fungsi awalnya sebagai lembaga penindakan. Karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap perlu menerbitkan Perppu untuk mencabut UU KPK hasil revisi.
"Perppu ini bagus, paling tidak mengingatkan orang dan mendorong Presiden untuk, memang KPK harus dikembalikan kepada marwahnya yang lama. Kalau enggak, dia akan berakhir sebagai lembaga pencegahan," kata Fickar usai menghadiri diskusi bertajuk ‘Sodor Perppu, Selamatkan KPK!’ di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).
Fickar berujar, tugas pencegahan korupsi bisa dilakukan oleh khalayak luas dan lembaga lainnya. Misal bisa dilakukan oleh para pemuka agama, inspektorat-inspektorat dan lain sebagainya. Namun fungsi penindakan khusus dimiliki oleh lembaga antirasuah.
"Ada KPK saja banyak korupsi, apalagi tidak ada KPK. Sebenarnya itu. KPK itu sebenarnya kalau mau dilihat dia penyalur (aspirasi) masyarakat. OTT itu kan laporan masyarakat semua. Tanpa laporan, enggak ada itu KPK bisa OTT," tuturnya.
Fickar menyoroti kegiatan proyek fisik di era Jokowi yang jumlahnya cukup banyak. Menurut dia hal itu akan berbahaya jika tidak ada pengawasan dari KPK. Karena itu KPK secara kelembagaan mesti diperkuat, bukan justru dikerdilkan menjadi lembaga pencegahan korupsi semata.
"Jadi konsekuensi secara politisnya adalah orang akan menganggap bahwa di zaman Pak Jokowi lah pemberantasan korupsi menjadi lemah. KPK hanya diturunkan menjadi lembaga pencegahan yang kerjanya hanya pendidikan dan penyuluhan," ucapnya.
Peran Menko Polhukam
Fickar menyebut peran Menko Polhukam Mahfud MD sangat penting dalam wacana penerbitan Perppu KPK. Pasalnya, Mahfud disebut menjadi orang kepercayaan Jokowi di bidang hukum dan keamanan. Ia pun yakin Mantan Ketua MK itu memiliki komitmen yang sama dengan masyarakat.