JAKARTA - Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi telah resmi diberlakukan sejak Kamis, 17 Oktober 2019. Pemberlakuan itu sejalan dengan telah diundangkannya UU hasil revisi tersebut.
Direktorat Pengundangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah resmi mencatatkan UU KPK yang baru hasil revisi ke lembaran negara. UU KPK yang baru tercatat dengan nomor 19 Tahun 2019.
Kendati telah diberlakukan, UU KPK 19/2019 masih menyisakan poin-poin kontroversial yang berpotensi melemahkan lembaga antirasuah. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, sedikitnya ada 26 poin di UU yang baru berpotensi melemahkan KPK.
"KPK telah melakukan analisa terhadap RUU yang ada. Kami sangat khawatir poin-poin di RUU tersebut melemahkan kerja KPK. Yang sudah ditemukan setidaknya ada 26 poin," kata Febri saat dikonfirmasi, beberapa waktu lalu.
Berikut beberapa poin yang hingga kini jadi perdebatan dalam draf UU KPK hasil revisi :
1. Pimpinan KPK Bukan Penanggungjawab Tertinggi
Dalam draft UU KPK hasil revisi, terdapat bagian yang menghapus aturan bahwa pimpinan KPK adalah penanggungjawab tertinggi di KPK. Tak hanya itu, pimpinan KPK disebut juga bukan lagi penyidik serta penuntut umum.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya telah menyiapkan Peraturan Komisi (Perkom) untuk mengantisipasi pelemahan serta penghambatan kerja, dampak dari berlakunya UU KPK yang baru.
Dalam Perkom tersebut, dijelaskan Agus, terdapat penjelasan yang mengatur siapa yang akan menandatangani sprindik sebelum dibentuknya dewan pengawas. Sehingga, kinerja KPK tidak akan terganggu dengan adanya UU yang baru.
"Mengenai Dewan Pengawas belum terbentuk mungkin masih sampai Desember kan, tapi kan itu langsung berlaku kan, seperti yang pimpinan diragukan, penyidik diragukan, itu kan ada implikasinya ke dalam. Oleh karena itu di dalam Perkom itu juga akan menjelaskan in case nanti itu diundangkan, yang tanda tangan sprindik siapa, itu sudah kita tentukan di dalam Perkom itu," kata Agus.
Baca Juga : UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 Resmi Berlaku
Baca Juga : JK : Hari Ini Pidato Saya yang Terakhir
2. Pemangkasan kewenangan penyadapan
UU 19/2019 KPK juga mensyaratkan bahwa kedepannya, penyadapan harus dilakukan atas izin tertulis dari dewan pengawas dan wajib mempertanggungjawabkannya. Sehingga, jika akan melakukan OTT dengan diawali penyadapan, maka KPK wajib izin ke dewan pengawas.
Poin tersebut dianggap akan memperlambat kinerja KPK dalam melakukan OTT. Padahal, senjata paling ampuh KPK selama ini yaitu penyadapan.
Sebelumnya, Jubir KPK Febri Diansyah membeberkan, kegiatan penindakan atau yang sering disebut OTT memang merupakan kegiatan yang banyak ditakuti oleh pejabat korup karena sifatnya senyap dan tidak bisa diantisipasi.