JAKARTA – Jurnalis senior juga aktivis Dandhy Dwi Laksono berterima kasih atas dukungan masyarakat terhadap dirinya yang kini dijadikan tersangka kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) oleh Polda Metro Jaya. Dandhy bicara tentang perkara yang dituduh kepadanya.
“TERIMA KASIH untuk dukungan dan solidaritas kawan-kawan, baik yang selama ini sepemikiran, maupun yang berbeda pandangan, namun menempatkan prinsip kebebasan berpendapat lebih tinggi dari perbedaan itu sendiri,” katanya di halaman akun Facebook pribadi Dhandy Dwi Laksono seperti dipantau Okezone, Sabtu (28/9/2019).
Baca juga: Jokowi Langsung Tinggalkan Wartawan saat Ditanya Penangkapan Dandhy Laksono
Penangkapan Dandhy Laksono dikecam berbagai elemen masyarakat sipil. Organisasi jurnalis menilai Dandhy dikriminalisasi oleh polisi karena selama ini gencar mengkritik Polri dan pemerintah. Melalui media sosial, warganet juga mengkampanyekan gerakan #BebaskanDandhy dan #KamiBersamaDhandy. Masyarakat juga menggalang petisi online di laman change.org menuntut dibebaskan Dandhy dari segala tuduhan.
Namun, Dandhy meminta masyarakat tidak larut dengan kasus, melainkan fokus pada tuntutan desakan terkait reformasi yang dikorupsi sebagaimana sedang diperjuangkan mahasiswa bersama elemen masyarakat dalam demonstrasi di sejumlah daerah termasuk Jakarta.
“Mari berdampingan melanjutkan #ReformasiDikorupsi dan 7 desakannya,” tulis sutradara film ‘Sexy Killer” itu.
Baca juga: Amnesty International Minta Polisi Hentikan Kasus Dandhy Dwi Laksono
Dandy melanjutkan “tentang kasus saya terkait Papua, jika masyarakat benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di Wamena atau Papua secara umum, maka tidak ada cara lain selain ikut mendesak negara untuk membuka seluas-luasnya akses bagi jurnalis, baik lokal maupun internasional dengan memberi ruang bagi mereka untuk melakukan peliputan secara independen.”
Membatasi akses internet di satu sisi, namun hendak memonopoli informasi di sisi lain, menurut Dandhy, tidak akan membantu meredakan ketegangan. Desas-desus akan lebih mudah menyebar dari mulut ke mulut tanpa dapat ditelusuri sumbernya. Sebab mulut ---bagaimana pun--- tidak punya jejak digital.
Hari-hari ini banyak mahasiswa Papua kembali ke kampung halamannya karena merasa terancam. Lalu disusul warga pendatang di Wamena keluar dari Papua, juga karena terancam.
“Keduanya punya akar masalah dan akar sejarah yang kompleks, dan harus dibicarakan terbuka, dipimpin oleh negara. Hampir tiga jam saya berdebat dengan politisi Budiman Sudjatmiko tentang Papua untuk memberikan gambaran kasar, seberapa dalam dan kompleksnya masalah ini. Baik secara politik vertikal antara Papua dengan Indonesia, maupun sosial horizontal antar-sesama manusia,” tulis Dandhy.
“Dalam situasi seperti ini, mencari kambing hitam adalah hal paling gampang. Terjadi pada aktivis-aktivis di Papua sejak lama, terjadi pada Veronica Koman, terjadi pada saya, dan akan terus terjadi pada siapa saja. Sekali lagi terima kasih untuk dukungan dan solidaritasnya.”