JAKARTA - Tata tertib (Tatib) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mengalami perubahan. Ada 10 poin utama yang berubah, mulai dari anggota DPD nantinya wajib melaporkan kinerja tahunan hingga pimpinan DPD tak boleh dijabat seorang tersangka.
Tujuannya untuk menyempurnakan dari aturan terdahulu yang mengacu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 hasil revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR DPR DPD dan DPRD (UU MD3). Selain itu, untuk mengakomodir senator yang berasal dari provinsi baru hasil pemekaran.
Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD, Mervin S Komber mengatakan, poin-poin dalam sejumlah pasal itu merupakan keputusan pleno BK, di mana anggota BK sepakat penyusunan Tatib didasari kode etik DPD.
"Dasarnya itu kode etik DPD. Wajar saja dan tidak berlebihan. Hal itu pun telah disepakati seluruhnya," kata Mervin, Senin (23/9/2019).
Baca Juga: Rapat Paripurna Pengesahan Tatib DPD Berujung Ricuh
Perubahan Tatib ini sedianya menyempurnakan Tatib sebelumnya agar DPD bisa bekerja maksimal sesuai tugas pokok dan fungsinya. Intinya tatib baru ini untuk penegakkan citra dan martabat lembaga.
"DPD harus menjadi contoh bagi rakyat, karena DPD diisi oleh para tokoh-tokoh daerah yang berkualitas," ujar Senator asal Papua itu.
Adapun 10 poin perubahan Tatib itu, pertama yakni, Provinsi Kalimantan Utara secara teknis diatur pada semua alat kelengkapan dan secara otomatis kedudukannya dalam dalam alat kelengkapan sama dengan provinsi lain. Sebelumnya, Provinsi Kalimantan Utara (provinsi baru hasil pemekaran) hanya disebutkan diawal, sehingga tidak bisa ikut dalam pembagian alat kelengkapan di DPD.
Kedua, anggota DPD bisa langsung mengambil perjalanan dinas, sedangkan sebelumnya Pengambilan perjalanan dinas tidak bisa dilakukan sebelum terbentuknya alat kelengkapan PURT.
Baca Juga: Pimpinan DPD Harus Punya Karakter Kuat dan Komunikatif