JAKARTA – Negara-negara di Timur Tengah dan Eropa sedang mengalami suhu udara yang panas atau gelombang panas (heatwave) yang menimbulkan korban jiwa maupun kebakaran. Namun, Badan Meteorologi Klamatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, fenomena suhu tinggi di sana diperkirakan tidak berdampak ke Indonesia.
“Selain karena sistem sirkulasi udara yang menyebabkan gelombang panas di wilayah Timur Tengah dan Eropa berbeda serta tidak mengarah atau menuju langsung ke wilayah Indonesia, suhu panas yang mencapai lebih dari 50° C juga sangat kecil peluangnya terjadi di wilayah Indonesia,” tulis Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG dalam keterangannya, Selasa (2/6/2019).
Gelombang panas di Eropa dipicu oleh mengalirnya udara panas dari Afrika utara yang mengawali musim panas kali ini. Sedangkan suhu panas yang dirasakan di Timur Tengah merupakan perluasan gelombang panas yang menerjang India dari beberapa minggu lalu.
Gelombang panas menjangkiti mulai dari India, Pakistan, Afghanistan, Turkemistan, Iran dan Saudia Arabia. Suhu permukaan di wilayah-wilayah yang terpapar heatwave tersebut terukur bervariasi antara 34-51° C.
Berdasarkan Data Pengamatan Cuaca Stasiun Al Amara (No WMO 40680), Iraq, kejadian suhu tinggi melebihi 50° C cukup sering terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Fenomena suhu panas di India (BBC)
BMKG menyebutan, berdasarkan catatan historis suhu maksimum di Indonesia belum pernah mencapai 40° C. Suhu tertinggi yang pernah tercatat di Indonesia adalah sebesar 39.5° C pada 27 Oktober 2015 di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Bagaimana Suhu Permukaan Indonesia pada Iklim masa mendatang?
Berdasarkan hasil simulasi proyeksi iklim multi-model menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi dengan penerapan pengendalian emisi dan teknologi hijau (skenario RCP4.5), iklim pada periode 2020-2030 mengindikasikan rata-rata suhu permukaan wilayah daratan di Indonesia akan lebih panas 0,2-0,3° C dibandingkan dengan rata-rata suhu udara pada periode 2005-2015.
Wilayah-wilayah yang diproyeksikan akan mengalami kenaikan suhu tertinggi terjadi di sebagian Sumatera Selatan, bagian tengah Papua dan sebagian Papua Barat.
Untuk mengantisipasi suhu udara permukaan yang semakin panas di masa yang akan datang, yang disebabkan oleh fenomena global warming, perlu adanya upaya adaptasi dan mitigasi.
Upaya ini harus dimulai dari kesadaran kita untuk mengurangi hal-hal yang dapat meningkatkan emisi gas-gas rumah kaca ke atmosfer dan membekali diri dengan pengetahuan tentang dampak negatif dari perubahan iklim.