JAKARTA – Pihak kepolisian masih terus menyelidiki kasus bom bunuh diri yang dilakukan tersangka Rofik Asharudin di Pos Pengamanan Tugu Kartosuro, Sukoharjo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Mengenai kejadian tersebut, peneliti terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib menilai pelaku termasuk kategori lone wolf atau tidak memiliki jaringan.
"Serangan itu dilakukan oleh remaja yang tidak memiliki kaitan langsung dengan jejaring lama, istilahnya millennial lone wolf," ujar Ridlwan kepada Okezone, Kamis (6/6/2019).
(Baca juga: Sel ISIS Tebar Teror, Ini Rangkaiannya hingga Bom Pospam Kartosuro)
Ia menjelaskan, lone wolf adalah sebuah istilah bagi pelaku bom yang beraksi sendirian dan termotivasi secara individual. Pelaku bisa termotivasi karena media sosial maupun situs situs yang pro terhadap terorisme.
Menurut Ridlwan, ada empat ciri serangan itu dilakukan secara individual. Pertama, jenis bom yang sangat amatir atau memiliki kekuatan yang lemah. Kedua, pemilihan waktu untuk melakukan aksi itu yaitu tengah malam.
"Bahannya low explosive dari ramuan mercon, lalu diikatkan secara asal-asalan di perutnya. Pelaku bukan perakit bom yang berpengalaman. Pelaku ketakutan dan mencoba mencari waktu yang paling sepi," paparnya.
(Baca juga: Pemimpin ISIS Perintahkan Langsung Pengeboman di Pospam Kartosuro)
Ciri selanjutnya, papar Ridlwan, lokasi pelaku melakukan aksi yaitu berdekatan dengan kediamannya. Oleh karena itu, dia menyimpulkan kasus itu radikalisme yang menyimpang di kalangan milenial.
"Bahkan dengan berjalan kaki bisa ditempuh dalam waktu 20 menit. Ini membuktikan serangan tidak terencana dengan baik," pungkas Ridlwan. (HAN)
(edi)