BANDUNG - Gunung Agung, yang berada di Kabupaten Karangasem, Bali, sejak awal 2019 sudah beberapa kali erupsi abu dengan waktu jeda berkisar 1-3 minggu. Pada 4 April 2019 terjadi erupsi tipe Strombolian.
Gunung yang miliki ketinggian di 3142 MDPL itu mengalami erupsi lagi pada 21 April 2019 sebanyak 2 kali, yaitu Pukul 03:21 WITA dan 18:56 WITA dengan tinggi kolom abu 2.000-3.000 meter di atas puncak gunung.
Baca Juga: Gunung Agung Kembali Erupsi, Tinggi Kolom Abu Vulkanis 3.000 Meter
Di sampaikan itu, PVMBG juga mengevaluasi aktivitas Gunung Agung terkini, data pemantauan secara visual, aktivitas permukaan masih didominasi oleh hembusan asap putih maupun sesekali erupsi abu disertai lontaran lava pijar.
Dalam 1 bulan terakhir teramati 5 kali erupsi dengan skala kecil. Pada 21 April 2019, sejak pukul 00:00 WITA hingga saat ini erupsi terjadi sebanyak 2 kali. Erupsi pertama terjadi pada pukul 03:21 WITA dengan tinggi kolom abu teramati ± 2.000 meter di atas puncak (± 5.142 m di atas permukaan laut). Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat daya.
Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 25 mm (overscale) dan durasi ± 2 menit 55 detik. Erupsi kedua terjadi pada pukul 18:56 WITA dengan tinggi kolom abu teramati ± 3.000 m di atas puncak (± 6.142 m di atas permukaan laut). Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong kearah barat.
"Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 25 mm (overscale) dan durasi ± 1 menit 22 detik," kata Kepala PVMBG Kasbani, Senin (22/4/2019).
Secara seismik, kata Kasbani, aktivitas Gunung Agung masih didominasi oleh gempa-gempa dengan konten frekuensi rendah yang mencerminkan aktivitas aliran fluida di kedalaman dangkal berupa Gempa Hembusan dan sesekali Gempa Letusan.
Kegempaan frekuensi tinggi yang mencerminkan peretakkan batuan di dalam tubuh gunung api akibat pergerakan magma di kedalaman berupa Gempa Vulkanik Dalam maupun Vulkanik Dangkal masih terekam dengan intensitas relatif rendah.
Dominannya kegempaan dengan konten frekuensi rendah dibandingkan dengan konten frekuensi tinggi juga mencerminkan bahwa aliran fluida magmatik ke permukaan relatif lancar karena sistem sudah cenderung terbuka.
"Secara deformasi, dalam 1 bulan terakhir Gunung Agung mengalami fluktuasi berupa inflasi (penggembungan) maupun deflasi (pengempisan). Volume magma yang bergerak di bawah permukaan teramati dalam jumlah yang kecil (kisaran 1 juta meter kubik)," ucapnya.
Data deformasi masih mengindikasikan aktivitas Gunung Agung masih belum stabil dan masih berpotensi untuk terjadi erupsi dengan skala relatif kecil.
Secara penginderaan jauh, citra satelit termal mengindikasikan masih adanya hotspot (titik panas) di kawah Gunung Agung terutama pada bagian lava yang berbatasan dengan dinding kawah.
Hal ini mengindikasikan masih adanya pergerakan fluida magma ke permukaan namun dengan laju rendah. Kubah lava di dalam kawah masih relatif tidak berubah volumenya dari periode erupsi 2017-2018 yaitu sekitar 25 juta m3 atau sekitar 40% dari volume kosong kawah.