JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo telah membahas evaluasi kemanfaatan pemilihan kepala daerah langsung bersama Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) beberapa waktu lalu. Hasil pembahasan tersebut, muncul wacana pilkada tidak langsung atau pilkada melalui DPRD.
Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun, memaparkan bahwa hasil analisisnya terkait kekurangan dan kelebihan pelaksanaan pilkada tidak langsung yang sempat diwacanakan akan kembali dilaukan oleh pemerintah.
"Kelebihan pilkada tidak langsung di antaranya adalah biaya politik murah, politik uang tidak meluas sampai basis masyarakat, dan rakyat tidak mengalami pembelahan ekstrem secara sosial maupun politik," papar Ubay –sapaan akrab– saat dikonfirmasi Okezone, Selasa (10/4/2018).
(Baca: Banyak Kepala Daerah Kena OTT, Bamsoet: Pilkada Langsung Lebih Banyak Mudaratnya)
Sedangkan kelemahan pilkada tidak langsung, sambung Ubay, yakni calon kepala daerah tidak dikenal rakyatnya, politik uang terjadi di lapisan elite daerah, dan rakyat tidak dilibatkan dalam menentukan pemimpinya sendiri atau kurang demokratis.
"Lalu bagaimana solusinya? Setidaknya ada tiga pola solusi yang mungkin bisa dijadikan agenda DPR maupun Kemendagri. Pertama, pola pilkada tidak langsung yang diperbarui; kedua, pola pilkada langsung yang diperbaharui; ketiga, pola campuran," imbuhnya.
Ia menjelaskan, pola pilkada tidak langsung atau melalui DPRD yang diperbarui adalah bukan seperti pilkada atau pemilihan kepala daerah di DPRD seperti zaman Orde Baru yang tidak dikenal publik prosesnya. Tetapi, pilkada tidak langsung yang membuka ruang keterlibatan publik.
Hal Ini, lanjut dia, dapat dilakukan melalui dua hal sebelum pemilihan oleh DPRD, yaitu ada uji publik terhadap calon kepala daerah setelah pendaftaran calon ke panitia pemilihan di DPRD. Uji publik ini berupa pengumuman calon-calon kepala daerah kepada publik agar publik memberikan penilaian atau keberatan yang berbasis data atau bukti tertentu.
"Nah, jika protes publik kemudian menunjukkan data negatif atau ketidaklayakan calon, maka panitia pemilihan di DPRD dapat memberi kesempatan kepada fraksi pengusungnya di DPRD untuk mencari calon lainnya dalam waktu yang tidak lama sesuai jadwal yang ditetapkan," sambungnya.
(Baca: Mendagri Bertemu Pimpinan DPR, Bahas Manfaat Pilkada Langsung)
Selain uji publik, Ubay juga meminta adanya keterlibatan publik dengan cara melalui debat calon kepala daerah di depan majelis sidang DPRD yang dihadiri dan ditonton masyarakat luas melalui media televisi.
"Setelah masa tenang baru sidang paripurna DPRD dilakukan untuk memilih kepala daerah. Untuk menghindari praktik money politic anggota DPRD saat pemilihan kepala daerah, perlu melibatkan KPK dan PPATK dalam pengawasan sepanjang masa pilkada berlangsung," jelasnya.