JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan sudah sepantasnya Indonesia memiki Badan Riset Nasional dalam menyongsong Indonesia Emas di 2045. Namun Megawati mengingatkan, riset harus ditujukan pada kesejahteraan rakyat dan sebagai pilar negara berdikari.
Pernyataan ini disampaikan Megawati Soekarnoputri di hadapan 11 profesor riset yang tergabung dalam Forum Nasional Profesor Riset (FNPR) di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
FNPR yang dipimpin Prof Dr Syamsuddin Haris diterima Megawati yg didampingi Sekjen Hasto Kristiyanto, Wakil Sekjen Eriko Sotarduga, Kepala Balitbang Heri Akhmadi, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR Utut Adianto, Andreas Pareira dan sejumlah anggota DPR.
Dalam dialognya, Syamsuddin Haris menekankan agar otoritas riset dan teknologi negara dipimpin langsung oleh Presiden. “Kami melihat tidak ada percepatan pembangunan riset dan semua indikatornya stagnan. Badan Riset Nasional harus menjadi holding litbang yang berserakan diberbagai kementerian dan badan,” kata Syamsuddin.
Sejumlah profesor yang hadir justru menyampaikan apresiasi yang tinggi atas keberpihakan Megawati terhadap penelitian sejak menjadi Wapres dan Presiden hingga sekarang sebagai ketua umum partai paling senior di Indonesia.
“Ibu Mega sebagai Presiden pernah membuka keran rekrutmen peneliti muda sebanyak 600-700 peneliti LIPI,” tutur Prof Lukman Hakim.
Bahkan Prof Evvy Kartini menceritakan tahun 2002 pernah mendapat penghargaan peneliti teladan dari Megawati. “Saya sangat bangga atas kepedulian Ibu Mega. Tapi setelah 15tahun, penelitian Indonesia jalan di tempat,” katanya.
Prof Singgih Riphat memaparkan fakta menyedihkan terkait jumlah peneliti Indonesia yang kurang dari 10.000 orang. Artinya kita hanya punya 39 peneliti per 1 juta penduduk, dibandingkan Singapura yg memiliki 6.442 peneliti untuk 1 juta penduduknya.