JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih pikir-pikir untuk mengabulkan justice collaborator (JC) yang diajukan oleh terdakwa kasus korupsi pengadaan e-KTP Setya Novanto. KPK belum melihat mantan Ketua DPR RI itu belum terbuka dengan kasusnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Setya Novanto belum mau mengakui adanya penerimaan lain yang diduga dari hasil korupsi e-KTP. Salah satunya adalah penerimaan jam tangan USD135 ribu dari Direktur Biomorf Lone LLC, (Alm) Johannes Marliem.
"Saya kira sejauh ini kami belum lihat hal tersebut," kata Febri saat dikonfirmasi, Rabu (24/1/2018).
Menurut Febri, untuk menjadi justice collaborator, seorang tersangka atau terdakwa harus kooperatif, mengakui perbuatannya, serta membantu penyidik membuka peran dan aktor lain dalam kasus korupsi tersebut.
"Kami lihat terus-menerus sampai ada kesimpulan apa Setnov layak atau tidak layak jadi JC. JC tidak mudah. Karena jadi JC harus ungkap peran lain. Dan dia juga harus mengakui dia pelaku," papar Febri.
(Baca juga: Setya Novanto Resmi Ajukan Status Justice Collaborator ke KPK)
Dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun ini, Setnov resmi mengajukan diri sebagai justice collaborator.
Setya Novanto di sidang perdana korupsi e-KTP (Antara)
Kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail meminta KPK menerima permohonan justice collaborator kliennya. Sebab, menurut Maqdir, KPK yang lebih dahulu sudah mempertimbangkan JC Setnov sebelum pihaknya mengajukan permohonan itu.
"Ya kalau memang itu, JC itu jadi diajukan tentunya harus diterima, jangan orang diojok-ojokin (disuruh) bikin JC tapi dipermalukan," kata Maqdir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 11 Januari lalu.
(Baca juga: Jalan Panjang Korupsi E-KTP yang Menjerat Setya Novanto)
Setya Novanto sudah didakwa melakukan korupsi dalam pengadaan e-KTP. Setya Novanto selaku mantan Ketua fraksi Golkar diduga mempunyai pengaruh penting untuk meloloskan anggaran proyek e-KTP yang sedang dibahas dan digodok di Komisi II DPR RI pada 2011-2012.
Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Follow Berita Okezone di Google News
(sal)