JAKARTA - Konflik kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar terus terjadi. Ketua Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM) Ali Yusuf yang sempat berada di Rakhine pekan lalu, menceritakan kondisi wilayah tersebut, terlebih saat terjadinya krisis kemanusiaan.
Diceritakan Ali, negara bagian Rakhine merupakan sebuah wilayah yang cukup besar. Meski tidak menggambarkan persis, Ali Yusuf mengibaratkan wilayah termiskin kedua di Myanmar itu seperti beberapa kabupaten di wilayah Indonesia. Myanmar sendiri diketahui sebagai negara terbesar kedua di ASEAN setelah Indonesia.
āKalau dari sisi sosial ekonomi, mungkin seperti tahun 1960, 1970 di Indonesia. Sangat miskin. Transportasi, infrastruktur baru sedikit jalan yang beraspal. Masih banyak jalan dengan hanya tanah dan berdebu. Apalagi kalau di perkampungan, jalan rusak semua,ā kata Ali Yusuf dalam Diskusi Redbons āTragedi Rohingya, Antara Nobel Perdamaian dan Kemanusiaanā di Kantor Redaksi Okezone, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2017).
Disamping itu, kata Ali Yusuf, di bidang sosial ekonomi cukup memprihatinkan. Bahkan kebutuhan dasar saja tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah setempat untuk masyarakatnya. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh etnis Rohingya, namun juga suku lainnya di Rakhine.
āKetegangan antara etnis Rohingya dengan junta militer memang ada panas dinginnya, ya. Tapi kalaupun normal, posisinya juga sama, tidak bisa dipenuhi kebutuhan masyarakat oleh pemerintah Myanmar,ā paparnya.
Bahkan, kata dia, masyarakat yang kini tinggal di tenda pengungsian, selama ini sama sekali tidak memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka hanya bergantung pada bantuan yang disalurkan oleh lembaga kemanusiaan Internasional. Sebagian rumah warga etnis Rohingya diketahui banyak dirusak oleh militer, sehingga terpaksa mengungsi di tenda darurat.
Follow Berita Okezone di Google News
(wal)