JAKARTA - Pusat Studi Keamanan Maritim Universitas Pertahanan (Unhan) melaksanakan penelitian bersama Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) atas infrastruktur maritim dasar laut di Laut Natuna. Sebagai rangkaian kegiatan penelitian bersama tersebut, maka Focus Group Discussion (FGD) III dilaksanakan di Batam, Rabu (23/8/2017). Dalam acara tersebut dihadiri pula perwakilan dari Pemda Provinsi Kepri, Kemenkominfo dan Lantamal IV.
FGD didahului dengan penandatanganan MoU antara Unhan dan Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) antara Rektor Unhan Letjen TNI DR. I Wayan Midhio, M.Phil dan Warek I UMRAH Prof. DR. rer. nat. H. Rayandra Asyhar, M.Si.
Penelitian bersama tersebut berjudul ‘Dampak Infrastruktur Maritim Dasar Laut di Wilayah Laut Natuna Indonesia bagi Keamanan Nasional’ yang juga melibatkan partisipasi berbagai pihak terkait dalam kapasitas regulator dan operator. Hadir para pejabat dari daerah seperti Pemprov Kepri, Lantamal IV, Polda Kepri, Pemkab Natuna dan Pemkab Anambas. Kementerian yang hadir dari Kemenko Polhukam, Kemhan dan Kemhub. Hadir pula para ahli dari SKK Migas, Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), beberapa LSM dan para tokoh masyarakat.
Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan (FMP) Unhan Laksda TNI DR. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., D.E.S.D. selaku Koordinator tim peneliti menjelaskan, infrastruktur di dalam laut sering luput dari perhatian aparat keamanan.
“Banyak infrastruktur maritim dasar laut, seperti pipa Migas, kabel bawah laut, buoy, platform jack up, dan peralatan sonar bawah laut yang instalasinya berada di perairan teritorial Indonesia dan keberadaannya justru relatif luput dari perhatian aparat keamanan. Apalagi jika operatornya ternyata diketahui dari pihak luar sehingga terbuka sekali kemungkinan infrastruktur seperti yang dimaksud justru disimpangkan menjadi ancaman keamanan nasional Indonesia, ” papar Amarulla, Rabu (23/8/2017).
Para peserta diskusi cukup intens membahas legalitas prosedur perijinan pada level kementerian teknis agar dapat disinergikan dengan kewenangan aparat keamanan untuk pengawasan saat instalasi awal dan pengawasan saat operasional dan pemeliharaan.
“Sebagaimana prosedur internasional yang lazim berlaku di banyak negara, maka security clearance harus terus melekat sepanjang infrastruktur maritim dasar laut tersebut digunakan. Tidak hanya saat pengajuan ijin prinsip dan ijin operasional,” tegas Octavian.
Follow Berita Okezone di Google News
(ulu)